Tafsir An-Najah (Qs. Al-Baqarah: 35) Bab 30 - Kisah Adam dan Hawa
KISAH ADAM DAN HAWA
وَقُلۡنَا يَٰٓـَٔادَمُ ٱسۡكُنۡ أَنتَ وَزَوۡجُكَ ٱلۡجَنَّةَ وَكُلَا مِنۡهَا رَغَدًا حَيۡثُ شِئۡتُمَا وَلَا تَقۡرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.”
(Qs. Al-Baqarah: 35)
(1) Siti Hawa Tercipta dari Tulang Rusuk
(a) Pada ayat ini Allah menyebut istri Nabi dengan kalimat (زوجك) pasangan/istri Anda. Dalam bahasa al-Qur'an istri atau pasangan lebih sering disebut ( زوج) daripada (زوجة) karena artinya adalah pasangan. Kalau untuk menyebut istri, sering digunakan kata (امرأة ) seperti dalam firman-Nya,
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
“Dan istrinya (Abu Lahab) pembawa kayu bakar.” (Qs. al-Masad: 4)
Juga tersebut dalam firman-Nya,
وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱمۡرَأَتَ فِرۡعَوۡنَ إِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ٱبۡنِ لِي عِندَكَ بَيۡتٗا فِي ٱلۡجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” (Qs. at-Tahrim: 11)
Allah juga berfirman,
قَالَ مَا خَطۡبُكُنَّ إِذۡ رَٰوَدتُّنَّ يُوسُفَ عَن نَّفۡسِهِۦۚ قُلۡنَ حَٰشَ لِلَّهِ مَا عَلِمۡنَا عَلَيۡهِ مِن سُوٓءٖۚ قَالَتِ ٱمۡرَأَتُ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡـَٰٔنَ حَصۡحَصَ ٱلۡحَقُّ أَنَا۠ رَٰوَدتُّهُۥ عَن نَّفۡسِهِۦ وَإِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ
“Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" Mereka berkata: "Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya". Berkata isteri al-’Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar".” (Qs. Yusuf: 51)
(b) Para ulama menyebutkan ketika Allah menciptakan Nabi Adam dan tinggal di surga sendiri, beliau merasa kesepian, walaupun di dalam surga fasilitas sangat lengkap dan sempurna. Hal itu karena makhluk sosial, suka bergaul dengan sesama manusia. Ini sesuai dengan namanya ( الإنسان ) al-insan, diambil dari kata ( الأنس ) orang yang selalu ingin bersama lainnya.
Oleh karenanya, disebutkan bahwa kebutuhan manusia ada dua, yakni: pertama kebutuhan lahir berupa makanan, minuman, tempat tinggal dan fasilitas lainnya. Yang kedua adalah kebutuhan batin berupa istri, teman, kawan, keluarga, tempat dia mencurahkan hati, teman bercanda dan bersenda gurau.
Nabi Adam di surga mendapatkan seluruh fasilitas lahir, tetapi tidak mempunyai teman, maka dia merasa kesepian.
Ketika Nabi Adam tidur, Allah mengambil darinya tulang rusuk sebelah kiri, dan darinya diciptakan Siti Hawa sebagai istrinya. Sejak itulah nabi Adam menjadi tenang, karena mendapat kebutuhannya yang lahir dan batin sekaligus.
Penciptaan Siti Hawa dari tulang rusuk nabi Adam tersebut di dalam firman Allah,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Qs. an-Nisa’: 1)
Ini dikuatkan dengan firman Allah,
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Qs. ar-Rum: 21)
Juga dikuatkan dengan firman Allah,
هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَجَعَلَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا لِيَسۡكُنَ إِلَيۡهَاۖ فَلَمَّا تَغَشَّىٰهَا حَمَلَتۡ حَمۡلًا خَفِيفٗا فَمَرَّتۡ بِهِۦۖ فَلَمَّآ أَثۡقَلَت دَّعَوَا ٱللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنۡ ءَاتَيۡتَنَا صَٰلِحٗا لَّنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّٰكِرِينَ
“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur".” (Qs. al-A’raf: 189)
Tiga ayat di atas dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah bersabda,
إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ وَإِنْ ذَهَبْتَ تقيمها كسرتها وَكسرهَا طَلاقهَا
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya.” (HR. Muslim)
Dari penjelasan ayat-ayat dan hadits di atas para ulama mengatakan bahwa wanita disebut (الْمَرْأَةُ) “Al-Mar’atu” dalam bahasa Arab, karena dia diciptakan dari (الْمَرْءُ) “Al-Mar’u” yaitu dari seorang laki-laki, sedangkan Hawa (حَوَاء) disebut Hawa karena diciptakan dari ( حَيٌّ ) orang hidup.
(2) Nabi Adam dan Siti Hawa Tinggal di Surga
Mayoritas ulama mengatakan bahwa Nabi Adam dan Siti Hawa ketika diciptakan Allah, mereka berdua tinggal di surga yang di dalamnya seluruh fasilitas dan kenikmatan sebagaimana yang disebut dalam al-Qur'an dan yang selama ini dipahami masyarakat umum.
Pandangan mayoritas ulama tentang surga Nabi Adam adalah surga di langit yang didasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut:
(a) Kata الجنة (surga) pada ayat tersebut menggunakan (ال) yang menunjukkan sesuatu yang telah diketahui sebelumnya. Intinya surga Nabi Adam adalah surga yang sudah dikenal masyarakat selama ini dan yang sering disebut di dalam al-Qur'an dan hadits. Bukan surga lain yang belum diketahui orang banyak.
(b) Di dalam hadist disebutkan bahwa ketika Nabi Musa bertemu dengan Nabi Adam, Nabi Musa berkata: “Wahai Adam andalah yang menyebabkan anak keturunanmu menderita dengan mengeluarkan mereka dari (الجنة ) surga.” Dan Nabi Adam diam. Ini menunjukkan bahwa surga yang Nabi Adam di dalamnya adalah surga yang di langit yang selama ini dikenal.
(c) Apakah di dalam surga itu orang yang masuk di dalamnya tidak akan keluar lagi selamanya? Sebagaimana firman Allah,
لَا يَمَسُّهُمۡ فِيهَا نَصَبٞ وَمَا هُم مِّنۡهَا بِمُخۡرَجِينَ
“Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya.” (Qs. al-Hijr: 48)
Maka jawabannya, bahwa orang yang sudah masuk surga dan dikehendaki Allah untuk tinggal selamanya maka dia tidak keluar darinya. Tetapi bagi yang Allah kehendaki hanya sementara dan diizinkan keluar masuk ke dalam surga, maka orang tersebut bisa keluar masuk, seperti para malaikat yang keluar masuk ke dalam surga sesuai dengan tugasnya. Begitu juga Nabi Muhammad ketika peristiwa Isra’ dan Mi’raj, beliau masuk ke dalam surga dan melihat ke dalamnya, kemudian beliau keluar lagi.
Di dalam hadits disebutkan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ، وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ
“Aku diperlihatkan di surga. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum fakir. Lalu aku diperlihatkan neraka. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita.” (HR. Muslim, 3241)
(d) Apakah di surga seseorang bisa berbuat salah, padahal surga itu tempat yang disucikan? Sebagaimana firman Allah,
لَا يَسۡمَعُونَ فِيهَا لَغۡوٗا وَلَا تَأۡثِيمًا ۞ إِلَّا قِيلٗا سَلَٰمٗا سَلَٰمٗا ۞
“Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.” (Qs. al-Waqi’ah: 25-26)
Jawabannya: Tidak semua tempat yang disucikan Allah, dijamin tidak terjadi maksiat di dalamnya. Sebagaimana Baitul Maqdis, adalah masjid yang disucikan Allah, tetapi terjadi maksiat di dalamnya terutama ketika dikuasai orang-orang kafir, walaupun surga tidak seperti itu, tetapi kesalahan yang dilakukan oleh Nabi Adam semua atas kehendak Allah untuk suatu hikmah yang Allah lebih mengetahuinya.
Di sana terdapat dalil-dalil lain yang menguatkan pendapat ini bahwa surga Nabi Adam adalah surga yang di langit di mana orang-orang beriman setelah hari kiamat akan masuk ke dalamnya. Dan bukan surga di bumi sebagaimana oleh sebagian kalangan lepas dari perbedaan itu semua. Masalah surga Nabi Adam ini, tidak ada hubungan langsung dengan ibadah harian yang kita jalani selama ini.
Yang penting bagaimana kita sebagai seorang muslim, untuk selalu meningkatkan kualitas amal ibadah kita, agar menjadi bekal yang baik untuk menghadap Allah nanti pada hari kiamat dan semoga dengan amal shalih tersebut dan dengan rahmat Allah kita dimasukkan ke dalam surga-Nya yang abadi. Amin.
(3) Kaidah “Saddu Dzarai’” (سَدُّ الذَّرَائِع)
Di dalam fiqih terdapat suatu kaidah yang disebut dengan saddu dzarai’ yang artinya menutup jalan. Yang dimaksud menutup jalan di sini adalah menutup jalan yang menyebabkan terjadinya maksiat dan mudharat.
وَلَا تَقۡرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ
“Janganlah kalian berdua mendekati pohon ini.”
Maksudnya adalah, jangan memakannya. Kalian mendekatinya saja tidak boleh, apalagi menyentuh dan memakannya.
Ini mirip dengan firman Allah,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Qs. al-Isra’: 32)
Maksudnya janganlah mendekati hal-hal yang menjurus pada perzinaan, seperti berduaan dengan wanita yang bukan mahram dan boncengan berdua, pacaran dan sejenisnya. Tentunya ini menunjukkan larangan berzina.
Hal ini juga berlaku pada larangan mendekati harta anak yatim,
وَلَا تَقۡرَبُواْ مَالَ ٱلۡيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ أَشُدَّهُۥۚ وَأَوۡفُواْ بِٱلۡعَهۡدِۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ كَانَ مَسۡـُٔولٗا
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa.” (Qs. al-Isra’: 34)
Intinya, dalam ajaran Islam kita diperintahkan untuk mencegah sesuatu yang mudharat sebelum terjadinya. Seperti kata pepatah “Sedia payung sebelum hujan”.
Masalah ini panjang jika diterangkan di sini, Insya Allah akan diterangkan pada bab-bab yang akan datang secara lebih mendetail sesuai dengan ayat yang dibahas.
(4) Nabi Berbuat Dosa atau Tidak?
Pertanyaan ini sering ditanyakan masyarakat dan para ulama sendiri berbeda pendapat di dalam menyikapinya.
Pendapat Pertama: Nabi dan Rasul adalah orang-orang maksum, yaitu dijaga Allah dari mengerjakan dosa besar dan dosa kecil.
Mereka beralasan bahwa Nabi dan Rasul, kita diperintahkan untuk mengikutinya dan itu berlaku jika yang diikuti justru malah terjatuh dalam dosa.
Pendapat Kedua: bahwa Nabi dan Rasul terjaga dari dosa besar, tetapi mereka bisa tergelincir dalam dosa kecil, tetapi mereka tidak sengaja melakukan dosa tersebut, itu pun jarang terjadi. Jika terjadi dosa kecil atau sebuah kesalahan, semata-mata karena ketidaksengajaan, atau karena lupa atau karena ijtihad untuk kebaikan tapi salah dalam perkiraan mereka.
Kesalahan yang mereka lakukan tidak mengurangi martabat dan kehormatan mereka. Bahkan sebagian ulama mengatakan kesalahan para Nabi dan orang-orang shalih, jika dilakukan oleh orang awam dianggap suatu kebaikan bagi mereka.
Beberapa dalil dan contoh kesalahan sebagian Nabi di antaranya;
(a) Firman Allah,
فَأَكَلَا مِنۡهَا فَبَدَتۡ لَهُمَا سَوۡءَٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخۡصِفَانِ عَلَيۡهِمَا مِن وَرَقِ ٱلۡجَنَّةِۚ وَعَصَىٰٓ ءَادَمُ رَبَّهُۥ فَغَوَىٰ ثُمَّ ٱجۡتَبَٰهُ رَبُّهُۥ فَتَابَ عَلَيۡهِ وَهَدَىٰ
“Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.” (Qs. Thaha: 121-122)
Ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Adam bermaksiat kepada Allah dan Allah memberikan taubat kepada-Nya.
Perbuatan Nabi Adam yang memakan buah terlarang semata-mata karena lupa. Allah berfirman,
وَلَقَدۡ عَهِدۡنَآ إِلَىٰٓ ءَادَمَ مِن قَبۡلُ فَنَسِيَ وَلَمۡ نَجِدۡ لَهُۥ عَزۡمٗا
“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.” (Qs. Thaha: 115)
(b) Firman Allah,
وَدَخَلَ ٱلۡمَدِينَةَ عَلَىٰ حِينِ غَفۡلَةٖ مِّنۡ أَهۡلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيۡنِ يَقۡتَتِلَانِ هَٰذَا مِن شِيعَتِهِۦ وَهَٰذَا مِنۡ عَدُوِّهِۦۖ فَٱسۡتَغَٰثَهُ ٱلَّذِي مِن شِيعَتِهِۦ عَلَى ٱلَّذِي مِنۡ عَدُوِّهِۦ فَوَكَزَهُۥ مُوسَىٰ فَقَضَىٰ عَلَيۡهِۖ قَالَ هَٰذَا مِنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِۖ إِنَّهُۥ عَدُوّٞ مُّضِلّٞ مُّبِينٞ قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمۡتُ نَفۡسِي فَٱغۡفِرۡ لِي فَغَفَرَ لَهُۥٓۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syetan sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa mendoa: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Qashash: 15-16)
Ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Musa ketika memukul orang Mesir, semata-mata bermaksud menolong temannya tanpa sengaja untuk membunuhnya. Tapi kemudian beliau langsung minta ampun kepada Allah.
(c) Firman Allah,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكَۖ تَبۡتَغِي مَرۡضَاتَ أَزۡوَٰجِكَۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. at-Tahrim: 1)
Ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad mengharamkan untuk dirinya suatu makanan semata-mata untuk menyenangkan sebagian istrinya. Di sini tidak ada unsur kesengajaan sama sekali.
(d) Firman Allah,
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّهُۥ يَزَّكَّىٰٓ أَوۡ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكۡرَىٰٓ
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?” (Qs. ‘Abasa: 1-4)
Ayat di atas menunjukkan bahwa berpalingnya Nabi Muhammad dari ‘Abdullah bin Umi Maktum yang buta bukan semata-mata meremehkan beliau tapi karena beliau ingin fokus terlebih dahulu untuk mendakwahi para pembesar Quraisy.
***
Ahmad Zain An-Najah
Jakarta, Ahad, 26 Desember 2021
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »