Karya Tulis
698 Hits

Tafsir (Qs. Al-Baqarah: 42-44) Bab 35 - Wasiat Kepada Bani Israel (2)


WASIAT KEPADA BANI ISRAEL (2)

 

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ۞ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ ۞ أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ ۞

“Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” 

(Qs. al-Baqarah: 42-44)

 

(8)   Larangan mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan.

Firman-Nya,

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ

“Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang bathil.” (Qs. al-Baqarah: 42)

Maksud “mencampurkan kebenaran dan kebatilan” pada ayat di atas menurut para ulama adalah sebagai berikut:

(a) Mencampuradukkan kebenaran dalam Taurat dengan kebatilan yang dimasukkan oleh para pendeta yang bukan dari Taurat.

(b) Mencampurkan agama Yahudi dan Nasrani dengan agama Islam.

(c) Mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi dan rasul, tetapi bukan diutus kepada Bani Israel.

 

(9) Larangan menyembunyikan kebenaran.

Firman-Nya,

وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. (Qs. al-Baqarah: 42)

Maksudnya orang-orang Yahudi menyembunyikan kebenaran akan kedatangan Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir, padahal mereka mengetahuinya melalui kitab suci Taurat yang ada di tangan mereka.

Mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan akan menyebabkan tertutupnya kebenaran itu sendiri, karena sudah bercampur dengan kebatilan sehingga kebenaran tersebut tidak kelihatan.

Di antara bentuk pencampuran kebenaran dengan kebatilan pada zaman sekarang adalah:

(a) Pencampuran tiga agama besar, yaitu: Islam, Yahudi, Nasrani, yang disebut dengan agama Ibrahimiyah.

(b) Pembangunan masjid, gereja, vihara dalam sebuah bangunan. Misalnya: masjid berada di tingkat pertama, gereja di tingkat kedua, dan vihara di tingkat ketiga.

(c) Penulisan buku yang berjudul: Fiqh Lintas Agama, yang berisi tentang fiqih dari berbagai agama, terutama agama Islam, Yahudi dan Nasrani.

(d) Pernikahan lintas agama, khususnya antara wanita muslimah dengan laki-laki Yahudi, atau laki-laki Nasrani, begitu juga dengan laki-laki musyrik.

Adapun pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), hal itu dibolehkan. Dalilnya adalah firman Allah,

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al- Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (Qs. al-Maidah: 5)

 

(10) Perintah untuk menegakkan shalat, membayar zakat dan ruku’ bersama orang-orang yang ruku’.

Firman-Nya,

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (Qs. al-Baqarah: 43)

 

(11) Kecaman kepada mereka yang menyuruh kebaikan tetapi lupa terhadap diri mereka sendiri.

Firman-Nya,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Qs. al-Baqarah: 44)

(a) Contoh Perbuatan Yahudi

Berikut beberapa perbuatan Yahudi yang dikecam Allah pada ayat di atas.

(a.1) Di antara mereka ada yang memiliki sandara dari kaum muslimin dan berkata kepada mereka, “Tetaplah anda pada agamamu (yaitu Islam) karena apa yang dibawa laki-laki ini (Muhammad) adalah sesuatu yang benar.”

Ini mirip dengan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya,

كَانَ غُلَامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرِضَ فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ أَسْلِمْ فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْلَمَ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنْ النَّارِ

 ”Seorang remaja Yahudi yang pernah membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jatuh sakit, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya, dan duduk di dekat kepalanya, dan beliau mengatakan: “Masuk Islamlah!” Maka anak tersebut menoleh kepada bapaknya yang juga sedang berada di dekatnya, maka Bapaknya mengatakan: “Ikutilah ajakan Abu al-Qasim shallallahu ‘alaihi wa sallam”, maka anak tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar seraya bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari api  neraka.” (HR. al-Bukhari, 1356)

Hadits di atas menunjukkan karakter Yahudi yang menyuruh anaknya (orang lain) untuk masuk Islam, tetapi dia sendiri tetap pada pendiriannya dalam agama Yahudi.

(a.2) Para pendeta dan tokoh agama Yahudi memerintahkan murid-murid dan pengikut mereka untuk meyakini seluruh isi Taurat. Tetapi mereka sendiri tidak meyakini seluruhnya, terutama yang berkenaan dengan kedatangan Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir.

(a.3) Para pendeta dan pemuka agama Yahudi menyuruh pengikut mereka untuk mentaati Allah, tetapi mereka sendiri sering melakukan maksiat kepada Allah.

(a.4) Para pendeta Yahudi menyuruh pengikut mereka untuk bersedekah, tetapi mereka sendiri bakhil dan tidak pernah bersedekah.

(b) Ancaman-ancaman

(b.1) Salah satu hadits yang menyebutkan hukuman bagi yang sering memerintahkan orang lain berbuat kebaikan, tetapi dia sendiri meninggalkannya adalah hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِى رِجَالاً تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ بِمَقَارِيْضَ مِنْ نَارٍ فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيْلُ؟ قَالَ: اْلخُطَبَاءُ مِنْ أَمَّتِكَ يَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِاْلبِرِّ وَ يَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ وَ هُمْ يَتْلُوْنَ اْلكِتَابَ أَفَلَا يَعْقِلُوْنَ

“Pada malam saya diisra'kan, saya melihat beberapa orang yang lidahnya dipotong dengan gunting dari api. Saya bertanya, 'Wahai Jibril, siapakah mereka itu?' Dia menjawab, 'Mereka adalah para khatib umatmu, mereka memerintahkan kepada orang-orang untuk berbuat kebaikan, namun mereka melupakan diri mereka sendiri; padahal mereka membaca kitab. Apakah mereka tidak berpikir?” (HR. Ahmad, 13027)

(b.2) Hadits ‘Utsman bin Zaid radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ فَيُلْقَى فَى النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فَيَدُوْرُ بِهَا كَمَا يَدُوْرُ اْلحِمَارُ بِرَحَاهُ فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ فَيَقُوْلُوْنَ: يَا فُلَانُ مَا شَأْنُكَ؟ أَلَسْتَ كُنْتَ تَأْمُرُ بِاْلمـَعْرُوْفِ وَ تَنْهَى عَنِ اْلمـُنْكَرِ؟ فَيَقُوْلُ: :ُنْتُ آمُرُكُمْ بِاْلمـَعْرُوْفِ وَ لَا آتِيْهِ وَ أَنْهَاكُمْ عَنِ اْلمـُنْكَرِ وَ آتِيْهِ

“Pada hari kiamat nanti, akan dibawa seorang lelaki lalu dicampakkan ke dalam neraka. Maka terburailah ususnya di dalam neraka, lalu ia berputar-putar seperti seekor keledai berputar-putar mengelilingi batu penggilingan. Maka penghuni neraka berkumpul mendekatinya dan bertanya, “Wahai Fulan, mengapa engkau seperti ini? Bukankah dahulu engkau yang suka menyuruh kami kepada perbuatan ma’ruf dan melarang kami dari perbuatan mungkar?” Maka ia menjawab, “Dahulu aku menyuruh kalian kepada perbuatan ma’ruf tetapi aku sendiri tidak melaksanakannya dan melarang kalian dari perbuatan mungkar namun aku sendiri melakukannya”.”  (HR. al-Bukhari, 3267)

(c) Tiga Ayat yang Serupa

Terdapat tiga ayat yang serupa, yang mengecam orang yang beramar ma’ruf dan nahi munkar, tetapi dia sendiri tidak mengerjakannya.

(c.1) Firman Allah,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Qs. al-Baqarah: 44)

(c.2) Firman Allah,

أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)

(c.3) Firman Allah,

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ۞ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ ۞

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Qs. ash-Shaff: 2-3)

(d) Syarat Amar Ma’ruf

Ayat di atas tidak menunjukkan bahwa seseorang tidak boleh beramar ma’ruf dan nahi munkar sampai dia melaksanakan semua yang ma’ruf dan meninggalkan semua yang munkar. Ini adalah pemahaman yang salah.

Berkata Sa’id bin Jubair, “Seandainya seseorang tidak beramar ma’ruf dan nahi munkar sampai dia tidak ada dosanya, maka tidak akan ada satu pun di dunia ini yang akan beramar ma’ruf dan nahi munkar.”

Jadi yang dikecam dalam ayat di atas bukan karena seseorang beramar ma’ruf; tetapi karena tidak mau mengerjakan kebaikan.

 

***

 

Ahmad Zain An-Najah

Jakarta, Selasa, 28 Desember 2021

KARYA TULIS