Tafsir An-Najah (Qs. Al-Baqarah: 45) Bab 36 - Sabar dan Shalat
SABAR DAN SHALAT
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.”
(Qs. al-Baqarah: 45)
(1) Makna Isti’anah (وَٱسۡتَعِينُوا)
Sudah dijelaskan makna “al-Isti’anah” pada tafsir surat al-Fatihah dalam firman Allah,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkau, kami menyembah dan hanya kepada Engkau, kami memohon pertolongan.” (Qs. al-Fatihah: 4)
Secara ringkas makna Isti’anah adalah meminta pertolongan. Seorang muslim yang mengaku bahwa Allah adalah satu-satu Tuhan yang berhak disembah, wajib hanya meminta pertolongan kepada-Nya saja. Hal itu karena yang bisa menolong seseorang dari berbagai kesulitan hanyalah Allah saja.
Adapun maksud ayat di atas adalah perintah untuk meminta pertolongan kepada Allah melalui kesabaran dan shalat.
(2) Makna Sabar
Sabar secara bahasa adalah menahan diri. Adapun secara istilah, sabar adalah menahan diri dari melanggar larangan Allah dan menahan diri untuk selalu dalam ketaatannya serta menahan diri untuk tidak kesal dan mengeluh terhadap takdir Allah.
Pembagian Sabar:
(a) Tingkatan Pertama. Sabar di dalam ketaatan, yaitu menahan diri untuk selalu mengerjakan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.
Sabar di dalam ketaatan ini adalah tingkatan sabar yang paling tinggi, mengapa? karena untuk melakukan suatu ketaatan, diperlukan kemauan yang sangat kuat, dan untuk menuju pintu surga seseorang harus mampu melewati jalan-jalan yang dipenuhi dengan duri, ranjau dan segala sesuatu yang biasanya dia benci dan tidak dia sukai, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وحَفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
“Dan jalan menuju surga itu dipenuhi dengan sesuatu yang tidak kita senangi.” (HR. Muslim)
Ayat al-Qur’an yang menunjukkan sabar dalam ketaatan adalah;
(a.1) Firman Allah,
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan bersabarlah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Qs. Maryam: 65)
(a.2) Firman Allah,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Thaha: 132)
(b) Tingkatan Kedua. Sabar terhadap maksiat, yaitu selalu menahan diri untuk selalu menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Bentuk sabar ini jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan bentuk sabar yang pertama, karena meninggalkan sesuatu yang dilarang jauh lebih ringan daripada mengerjakan sesuatu yang diperintah.
Walaupun sebenarnya dalam masalah ini, kadang sifatnya sangat relatif, artinya bagi seseorang mungkin lebih ringan meninggalkan sesuatu yang dilarang daripada mengerjakan sesuatu yang diperintah, sementara bagi orang lain justru yang terjadi adalah sebaliknya, dia merasa lebih ringan mengerjakan sesuatu yang diperintahkan kepadanya daripada meninggalkan sesuatu yang dilarang. Ini pun tergantung kepada bentuk larangan dan perintah.
Umpamanya kebanyakan orang bisa bersabar untuk tidak berzina, akan tetapi tidak bisa bersabar untuk selalu mengerjakan shalat berjama’ah di masjid. Sebaliknya kebanyakan orang sangat sulit dan tidak bisa bersabar untuk meninggalkan “ghibah” (membicarakan kejelekan orang lain), akan tetapi sangat bisa dan sabar kalau diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang lain. Contoh-contoh seperti ini sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari.
Sabar dalam menjauhi maksiat terdapat di dalam firman Allah,
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (Qs. Yusuf: 23)
Ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Yusuf bersabar untuk tidak melakukan maksiat walaupun Zulaikha merayu dan mengajaknya. Hal itu semata-mata karena takut kepada Allah.
Ini dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ يَمِينُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah, pada hari di mana tidak ada naungan selain naungan-Nya. Yaitu; Seorang imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah yang mereka berkumpul karena-Nya dan juga berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang dirayu oleh wanita bangsawan lagi cantik untuk berbuat mesum lalu ia menolak seraya berkata, 'Aku takut kepada Allah.' Dan seorang yang bersedekah dengan diam-diam, sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya. Dan yang terakhir adalah seorang yang menetes air matanya saat berdzikir, mengingat dan menyebut nama Allah dalam kesunyian.” (HR. al-Bukhari dan Muslim. Matan hadits dari Muslim, 1712)
Hadits di atas menunjukkan bahwa salah satu golongan yang dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya adalah seorang laki-laki yang bersabar untuk menjauhi maksiat walaupun dirayu oleh wanita bangsawan yang cantik.
(c) Tingkatan Ketiga. Sabar terhadap musibah, yaitu menahan diri dan tidak mengeluh ketika terkena musibah.
Ini adalah bentuk sabar yang paling ringan, karena sesuatu itu sudah terjadi di depannya, dan dia tidak bisa menghindarinya, artinya dia bersabar atau tidak bersabar sesuatu itu sudah terjadi. Akan tetapi walaupun begitu, masih banyak dari kaum muslimin yang tidak bisa sabar ketika tertimpa musibah.
Sabar dalam bentuk ini tersebut dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَلَنَبلُوَنّكُم بِشَىءٍ مِنَ الخَوفِ وَالجُوعِ وَنَقصٍ مِنَ الأموَالِ وَالأَنفُسِ وَالثّمَراتِ وَبَشِرِ الصّابِرينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Qs. al-Baqarah: 155)
Ini dikuatkan dengan firman Allah,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (Qs. Muhammad: 31)
Dalam hadist Ummu Salamah disebutkan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا أصاب أحدكم مصيبة فليقل: إنا لله وإنا إليه راجعون، اللهم عندك أحتسب مصيبتي فأجرني فيها، وأبدل لي بها خيراً منها .
“Jika diantara kalian tertimpa musibah, hendaknya berkata: ” Sesungguhnya kami milik Allah dan sesunguhnya kami akan kembali pada-Nya, Ya Allah saya hanya mencari pahala dari musibah ini di sisi-Mu, maka berikanlah kepada-ku pahala itu, dan gantikanlah aku dengan sesuatu yang lebih baik dari musibah ini.” (HR. Abu Daud)
Hadist di atas benar-benar dipraktekkan oleh para sahabat, bahkan oleh Ummu Salamah sendiri, tepatnya ketika suaminya Abu Salamah pada detik-detik terakhir dari hidupnya dia berdo’a: “Ya Allah gantilah untuk keluargaku seseorang yang lebih baik dariku.”
Dan ketika Abu Salamah telah meninggal dunia, Ummu Salamah berdoa’: “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya. Ya Allah saya hanya mencari pahala dari musibah ini di sisi-Mu.”
Kemudian apa yang terjadi setelah Ummu Salamah tetap sabar, tabah dan berdo’a sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata Allah mengabulkan do’a tersebut dan Ummu Salamah mendapat ganti suami yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(3) Makna Ayat: (وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ)
Adapun makna ayat secara umum, bukan Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya termasuk di dalamnya umat islam untuk meminta pertolongan Allah melalui kesabaran dan shalat. Maksud sabar di sini adalah sabar dalam ketaatan, yaitu sabar dalam melaksanakan kewajiban kewajiban agama, sepeti melaksanakan shalat lima waktu, menunaikan zakat, puasa ramashan, melaksanakan ibadah haji, berbakti kepada orang tua, memberikan nafkah kepada anak-istri, bebrbuat baik kepada kerabat, tetangga, menyantuni anak yatim, memberikan makan kepada orang miskin dan kewajiban-kewajiban agama lainnya.
Makna ayat di atas mencakup meminta bantuan kepada Allah melalui tiga kesabaran yang sudah disebut di atas, yaitu sabar dengan menahan diri dari berbuat maksiat serta sabar terhadap musibah yang menimpanya. Ketiga kesabaran tersebut akan mendatangkan pertolongan Allah.
(4) Shalat Memberikan Solusi
Selain dengan bersabar, shalat juga memberikan solusi dari masalah-masalah yang dihadapi seorang hamba. Di dalam hadits Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui masalah (kesulitan), beliau bergegas mengerjakan shalat.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Hal ini dikuatkan oleh firman Allah,
ٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al-Ankabut: 45)
Ayat di atas menunjukkan bahwa shalat bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Ditempat lain Allah berfirman,
وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَاۖ لَا نَسۡـَٔلُكَ رِزۡقٗاۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكَۗ وَٱلۡعَٰقِبَةُ لِلتَّقۡوَىٰ
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Thaha: 132)
Ayat di atas menunjukkan bahwa shalat jumat bisa menambah keberkahan rezeki.
(5) Hubungan antara Sabar dan Shalat
Ayat di atas menunjukkan hubungan antara sabar dan shalat, keduanya saling berkaitan. Berikut ini hubungan antara keduanya adalah:
(a) Salah satu bentuk kesabaran adalah menegakkan shalat. Karena shalat tidak mungkin dilakukan dengan baik dan sempurna kecuali melalui kesabaran yang luar biasa. Kesabaran di dalam menepati waktu-waktu shalat, kesabaran di dalam memenuhi syarat dan ruku’nya, dari berwudhu, menutup aurat, mengenakan pakaian yang suci dan tempat yang suci , menghadap kilbat, menunggu masuknya waktu. Begitu juga harus memenuhi rukun-rukun nya yang berjumlah 18 (delapan belas) rukun menurut Matan Abi Syuja’ dalam Madzhab Syafi’i yang terdiri dari: Niat, Berdiri, Takbiratul ihram, Membaca al-Fatihah, Ruku’ dan Tuma’ninah, I’tidal dan Tuma’ninah, Sujud dan Tuma’ninah, Duduk di antara Dua Sujud dan Tuma’ninah, Duduk Tasyahud Akhir, dan Membaca Tasyahud, Membaca Shalawat Nabi, Niat keluar Shalat, Salam dan Tasbih.
Semua perlu kesabaran, belum ditambah sunnah-sunnah shalat dan pelengkap shalat yang tentunya juga butuh kesabaran dalam melaksanakannya.
(b) Menyuruh keluarga agar menjaga shalat juga perlu kesabaran yang luar biasa.
Dalam hal ini allah berfirman,
وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَاۖ
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Qs. Thaha: 132)
Di dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
(c) Latihan kesabaran yang paling efektif adalah melalui shalat. Jika seseorang tidak sabar dalam melaksanakan shalat, ketahuailah bahwa orang tersebut telah mencintai hawa nafsunya.
Allah berfirman,
فَخَلَفَ مِنۢ بَعۡدِهِمۡ خَلۡفٌ أَضَاعُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُواْ ٱلشَّهَوَٰتِۖ فَسَوۡفَ يَلۡقَوۡنَ غَيًّا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Qs. Maryam: 59)
Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat, pasti akan mengikuti hawa nafsunya.
(6) Antara Shalat dan Puasa
Sebagian ulama mengartikan sabar pada ayat di atas dengan puasa. Kalau diartikan menjadi seperti ini, “Mintalah bantuan kepada allah melalui puasa dan shalat.” Kemudian mereka membandingkan antara keduanya mana yang lebih berat pelaksanaannya?
Mereka mengatakan bahwa shalat jauh lebih berat daripada puasa.
Oleh karena firman-Nya,
وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ
“Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat.” (Qs. al-Baqarah: 45)
Mereka mengatakan dhamir (ها) dsini kembali kepada yang paling dekat penyebutannya yaitu shalat. Maka dikatakan shalat lebih berat pelaksanaannya daripada puasa. Mengapa? Karena puasa hanya menahan dari tiga syahwat saja, yaitu syahwat makan, minum dan wanita. Tetapi boleh mengerjakan yang lain, seperti berbicara, berjalan-jalan, melihat-lihat yang indah, dan aktivitas-aktivitas mubah lainnya yang biasa dikerjakan oleh manusia. Berbeda dengan orang yang sedang shalat dia dilarang untuk berbicara, berjalan-jalan, melihat-lihat pemandangan, makan, minum, menengok kanan kiri, tidur-tiduran dan hal-hal lain yang menjadi kebiasaan manusia. Sehingga disimpulkan bahwa mengerjakan shalat jauh lebih berat tantangannya dibanding dengan puasa.
***
Ahmad Zain An-Najah
Jakarta, Selasa, 28 Desember 2021
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »