Karya Tulis
524 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4: 97-99) Bab 240 Kewajiban Berhijrah


Kewajiban Berhijrah

(Ayat 97-99)

 

إِنَّ ٱلَّذِينَ تَوَفَّىٰهُمُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ ظَالِمِىٓ أَنفُسِهِمْ قَالُوا۟ فِيمَ كُنتُمْ ۖ قَالُوا۟ كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِى ٱلْأَرْضِ ۚ قَالُوٓا۟ أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةًۭ فَتُهَاجِرُوا۟ فِيهَا ۚ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ مَأْوَىٰهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا ۞ إِلَّا ٱلْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلْوِلْدَٰنِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةًۭ وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًۭا ۞ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ عَسَى ٱللَّهُ أَن يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًۭا ۞

“Ketika para malaikat merebut jiwa mereka yang telah berbuat salah pada diri mereka sendiri—memarahi mereka, "Menurutmu apa yang kamu lakukan?" Mereka akan menjawab, "Kami ditindas di negeri itu." Para malaikat akan menjawab, "Apakah bumi Allah tidak cukup luas bagimu untuk berhijrah?" Merekalah yang akan memiliki neraka Jahannam sebagai rumah mereka—sungguh tujuan yang buruk. Kecuali pria, wanita, dan anak-anak yang tidak berdaya yang tidak mampu mencari jalan keluar, adalah benar untuk berharap bahwa Allah akan mengampuni mereka. Karena Allah Maha Mengampuni, Maha Pengampun.”

(Qs. an-Nisa’: 97-99)

 

Pelajaran (1) Sebab Turunnya Ayat

(1) Ayat sebelumnya berbicara tentang kewajiban berjihad di jalan Allah, dan Allah akan memberikan pahala besar atas amalan tersebut. Pada ayat ini, Allah menerangkan kewajiban untuk berhijrah, dan menjanjikan kepada mereka yang berhijrah dengan kemudahan, rezeki yang banyak, serta pahala yang besar di sisi Allah ﷻ.

(2) Terdapat beberapa riwayat tentang sebab turunnya ayat ini, di antaranya adalah ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Islam yang menyembunyikan keIslamannya di Mekkah. Mereka tidak mau berhijrah bersama Nabi ﷺ ke kota Madinah. Kemudian pada saat perang Badar, mereka dipaksa oleh kaum musyrikin untuk ikut berperang di dalam barisan kaum musyrikin, salah satu dari mereka terkena anak panah dari pasukan Islam dan mati. Maka turunlah ayat ini.

 

Pelajaran (2) Diwafatkan Malaikat

إِنَّ ٱلَّذِينَ تَوَفَّىٰهُمُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ ظَالِمِىٓ أَنفُسِهِمْ

“Ketika para malaikat merebut jiwa mereka yang telah berbuat salah pada diri mereka sendiri.”

(1) Ayat di atas menyebutkan orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat, maksudnya dicabut nyawanya oleh malaikat pencabut nyawa dalam keadaan menzhalimi diri mereka sendiri.

(2) Siapa yang dimaksud (ظَالِمِىٓ أَنفُسِهِمْ) orang-orang yang mati “dalam keadaan menzhalimi diri mereka sendiri” pada ayat di atas?

Mereka adalah orang-orang Islam yang tinggal di Mekkah bersama orang-orang kafir Quraisy dan tidak mau berhijrah bersama Rasulullah ﷺ ke Madinah, padahal mereka mampu untuk melakukannya. Ketika terjadi perang Badar, mereka dipaksa untuk memperkuat barisan kaum musyrikin. Salah satu dari mereka terkena anak panah dari pasukan Islam dan meninggal dunia. Itulah orang yang mati dalam keadaan menzhalimi diri sendiri.

(3) Mengapa disebut menzhalimi diri sendiri?

Karena meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, sehingga membawa mudharat bagi dirinya.

(a) Maksudnya mereka tetap bertahan untuk hidup dan tinggal bersama orang-orang musyrik di Mekkah. Ini adalah pilihan yang salah dan tidak tepat, karena Allah telah memerintahkan mereka agar segera berhijrah, tetapi mereka tidak melakukan perintah tersebut. Ini bentuk pertama menzhalimi diri mereka sendiri; sebab dengan memilih tetap tinggal di Mekkah, mereka tidak bisa melaksanakan ajaran Islam, kecuali secara sembunyi-sembunyi. Dalam hadits Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ

“Barangsiapa yang berhubungan dengan orang-orang musyrik dan tinggal bersamanya, berarti dia sama dengannya” (HR. Abu Daud)

(b) Mereka beranggapan bahwa tetap tinggal di Mekkah, mereka bisa mempertahankan harta dan keluarga mereka. Ini adalah anggapan yang salah dan bentuk kedua dari menzhalimi diri sendiri, karena Allah telah menjanjikan bahwa orang-orang yang berhijrah di jalan Allah akan diberikan kepadanya rezeki yang melimpah.

(c) Akhirnya mereka dipaksa untuk memperkuat barisan kaum musyrikin dalam perang Badar, dan sebagian dari mereka mati karena terkena anak panah dari pasukan Islam. Inilah bentuk menzhalimi diri sendiri yang ketiga, yaitu mati dalam keadaan Su’ul-Khatimah.

 

Pelajaran (3) Kami Orang-orang Tertindas

قَالُوا۟ فِيمَ كُنتُمْ ۖ قَالُوا۟ كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِى ٱلْأَرْضِ ۚ

“Memarahi mereka, "Menurutmu apa yang kamu lakukan?" Mereka akan menjawab, "Kami ditindas di negeri itu".”

(1) Ayat ini menjelaskan dialog antara malaikat dan mereka yang terbunuh terkena panah pasukan muslim. Malaikat bertanya, “Bagaimana keadaan kalian sampai bisa ikut dalam barisan kaum musyrikin kemudian terbunuh?” Mereka menjawab, “Kami dahulu adalah orang-orang yang lemah dan tertindas di Mekkah, tidak bisa menghindar dari paksaan para penguasa kafir Quraisy.”

(2) Kata (ٱلْأَرْضِ) “Bumi” pada ayat di atas adalah Mekkah al-Mukarramah. Tetapi ini berlaku umum bagi yang tinggal di negara seperti Mekkah yang dikuasai orang-orang kafir dan mereka menghalangi umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya.

(3) Bumi Allah itu luas,

قَالُوٓا۟ أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةًۭ فَتُهَاجِرُوا۟ فِيهَا ۚ

“Para malaikat akan menjawab, "Apakah bumi Allah tidak cukup luas bagimu untuk berhijrah?"”

(a) Malaikat pun tidak menerima alasan mereka dan mengatakan kepada mereka “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kalian bisa berhijrah ke tempat lain?”

(b) Ini adalah pertanyaan malaikat yang mengandung perintah untuk berhijrah dari tempat (negara) yang di dalamnya seorang muslim tidak bisa melaksanakan ajaran ajaran agamanya ke tempat di mana dia bisa melaksanakan ajaran agamanya dengan leluasa. Pada waktu itu wajib berhijrah dari Mekkah ke Madinah.

(c) Berkata al-Qurthubi, “Ayat ini merupakan dalil wajibnya meninggalkan tempat yang di dalamnya banyak maksiat yang dilakukan.”

Berkata Said bin Jubair, “Jika maksiat banyak dilakukan di suatu tempat, maka pergilah dari tempat tersebut”, kemudian membaca ayat ini,

أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةًۭ فَتُهَاجِرُوا۟ فِيهَا

“Apakah bumi Allah tidak cukup luas bagimu untuk berhijrah?”

Hal ini dikuatkan dengan firman Allah,

قُلۡ يَٰعِبَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمۡۚ لِلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ فِي هَٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٞۗ وَأَرۡضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٌۗ إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu." Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Qs. az-Zumar: 10)

(d) Ayat ini menunjukkan perintah bertakwa kepada Allah di mana saja, karena bumi Allah itu luas. Jika di suatu tempat tidak bisa bertakwa kepada Allah, dia harus pindah ke tempat lain, karena bumi Allah itu luas. Dan bagi yang sabar dalam melaksanakan perintah Allah maka Allah akan memberikan pahala untuknya tanpa perhitungan.

(e) Di dalam hadits disebutkan, “Barangsiapa yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, karena ingin menegakkan ajaran agamanya, walaupun jaraknya hanya sejengkal maka baginya surga.”

 

Pelajaran (4) Mereka Orang-orang Islam

فَأُو۟لَـٰٓئِكَ مَأْوَىٰهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا

“Merekalah yang akan memiliki neraka Jahannam sebagai rumah mereka—sungguh tujuan yang buruk.”

(1) Orang-orang yang tidak mau berhijrah dari tempat yang banyak kekafiran, kemusyrikan dan kemaksiatan, di dalamnya dia tidak bisa menegakkan ajaran Islam menuju tempat di mana dia bisa menegakkan ajaran Islam padahal dia mampu, maka tempatnya di akhirat adalah di neraka Jahannam.

(2) Apakah orang tersebut masih muslim atau kafir?

Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat, sebagian ulama mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang Islam, tetapi bermaksiat kepada Allah karena meninggalkan perintah untuk berhijrah.

(3) Salah satu dalilnya adalah pertanyaan malaikat yang ditujukan kepada mereka,

أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةًۭ فَتُهَاجِرُوا۟ فِيهَا

“Apakah bumi Allah tidak cukup luas bagimu untuk berhijrah?”

Pertanyaan seperti di atas tidak mungkin ditujukan kepada orang-orang kafir. Bukankah masuk neraka Jahannam menunjukkan bahwa mereka orang-orang kafir?

Jawabannya, tidak mesti yang masuk neraka itu orang kafir. Orang muslim yang bermaksiat juga akan masuk neraka. Perbedaannya, bahwa orang kafir akan masuk neraka yang kekal di dalamnya, sedangkan orang muslim yang bermaksiat akan masuk neraka untuk dibersihkan dosanya, kemudian akan dipindahkan ke dalam surga.

 

Pelajaran (5) Tidak Mampu Berhijrah

إِلَّا ٱلْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلْوِلْدَٰنِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةًۭ وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًۭا

“Kecuali pria, wanita, dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mampu mencari jalan keluar.” (Qs. an-Nisa’: 96)

(1) Ayat ini menjelaskan orang-orang yang dikecualikan dari mereka yang diancam akan masuk neraka Jahannam karena tidak berhijrah. Orang-orang yang dikecualikan tersebut adalah orang-orang yang tertindas dan lemah dari kalangan laki laki, wanita dan anak-anak.

(2) Kata (ٱلْوِلْدَٰنِ) artinya anak-anak. Penyebutan anak-anak dalam kelompok orang-orang yang dikecualikan, padahal anak-anak belum mukallaf dan belum berkewajiban melaksanakan perintah-perintah Allah. Hal ini menunjukkan:

(a) Pentingnya kewajiban berhijrah ini.

(b) Bahwa anak-anak perlu diselamatkan akidah dan agama mereka dari segala bentuk pengaruh maksiat dan kesyirikan.

(c) Bahwa dalam berhijrah hendaknya anak-anak ikut dibawa di segala resikonya.

Mereka yang dikecualikan tersebut mempunyai dua alasan sehingga mereka dimaafkan dan dapat keringanan untuk tidak berhijrah, yaitu:

1. Alasan pertama: mereka tidak mampu keluar.

لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةًۭ

“Tidak berdaya untuk keluar.”

Kata (حِيلَةًۭ) artinya keluar, mereka tidak mampu keluar dari kota Mekkah atau dari tempat yang di dalamnya terdapat kemaksiatan dan kesyirikan karena sakit atau lemah atau tidak mempunyai biaya perjalanan ke tempat hijrah.

(2) Mereka tidak tahu jalan menuju tempat hijrah.

وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًۭا

“Dan tidak mampu mencari jalan keluar.”

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa salah satu doa Rasulullah ﷺ yang beliau panjatkan pada waktu shalat Isya’ setelah mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah” adalah:

اللَّهُمَّ أَنْجِ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ اللَّهُمَّ أَنْجِ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ

“Ya Allah selamatkan ‘Ayyasy bin Abi Rabiah, selamatkan orang-orang yang tertindas dari kalangan kaum mukminin.” (HR. al-Bukhari)

 

Pelajaran (6) Mereka yang Dimaafkan

فَأُو۟لَـٰٓئِكَ عَسَى ٱللَّهُ أَن يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًۭا

“Adalah benar untuk berharap bahwa Allah akan mengampuni mereka. Karena Allah Maha Mengampuni, Maha Pengampun.”

(1) Orang-orang yang tidak dapat hijrah karena mempunyai udzur syar’i sebagaimana yang disebut di atas, semoga Allah memaafkan mereka.

(2) Kata (عَسَى) “mudah-mudahan”. Kata ini jika berasal dari Allah maka artinya pasti, yaitu Allah pasti memaafkan mereka.

(3) Pertanyaannya, mengapa Allah memaafkan mereka, padahal mereka tidak berdosa, karena tidak punya kemampuan untuk berhijrah?

Hal ini untuk menunjukkan bahwa dosa meninggalkan jihad adalah dosa yang sangat serius, sehingga orang yang sebenarnya tidak mempunyai kewajiban berhijrah dianggap berdosa, walaupun kemudian Allah memaafkannya.

  وَكَانَ ٱللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًۭا

 “Karena Allah Maha Mengampuni, Maha Pengampun.”

(4) Kata (عَفُوًّا) mempunyai beberapa arti, di antaranya: membiarkan, kelebihan, melindungi, menutupi. Maksudnya bahwa Allah membiarkan dosa dosa hamba Nya sehingga tidak dimintai pertanggungjawaban atasnya atau Allah menutupi dosa dosa tersebut sehingga tidak memberikan sanksi atasnya. Kata (عَفُوًّا) artinya Allah menghapus dosa-dosa hamba Nya sehingga tidak menyiksanya.

 

***

KARYA TULIS