Karya Tulis
483 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4: 101) Bab 242 Syariat Shalat Qashar


Syariat Shalat Qashar

(Ayat 101)

 

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِى ٱلْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا۟ مِنَ ٱلصَّلَوٰةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱلْكَـٰفِرِينَ كَانُوا۟ لَكُمْ عَدُوًّۭا مُّبِينًۭا

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

(Qs. an-Nisa’: 101)

 

Pelajaran (1) Syariat Shalat Qashar

(1) Pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan kewajiban dari berhijrah, keduanya membutuhkan suatu perjalanan yang cukup jauh, di tengah perjalanan akan datang waktu waktu shalat. Maka pada ayat ini dijelaskan keringanan shalat di dalam perjalanan.

(2) Diriwayatkan bahwa sekelompok orang dari Bani Najjar bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah, kami sedang melakukan perjalanan, bagaimana cara melakukan shalat?” Maka turunlah ayat ini.

(3) Ayat ini merupakan dalil adanya syariat shalat qashar, yaitu memendekkan jumlah rakaat shalat dari empat rakaat menjadi dua rakaat, dan ini hanya berlaku pada tiga waktu shalat, yaitu: shalat zhuhur, shalat ashar dan shalat isya’. Adapun shalat maghrib dan shalat shubuh tidak ada qashar di dalamnya.

(4) Shalat qashar ini boleh dilakukan setiap ada safar, baik dalam keadaan aman maupun keadaan takut terhadap gangguan atau ancaman orang kafir.

 

Pelajaran (2) Takut Bukan Syarat Qashar Shalat

Adapun firman Allah ﷻ pada ayat ini,

إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ ۚ

“Jika Anda takut akan serangan oleh orang-orang kafir.”

(1) Penggalan ayat di atas tidak menunjukkan bahwa takut terhadap ancaman orang-orang kafir adalah syarat dibolehkannya meng-qashar shalat. Hal itu, karena takut terhadap ancaman orang-orang kafir merupakan hal yang sering terjadi pada waktu itu, di mana kaum muslimin mendapatkan ancaman dari banyak kabilah yang masih musyrik. Oleh karena itu disebutkan dalam ayat ini. Jadi bukan sebagai syarat.

(2) Di dalam istilah para ulama tafsir, hal itu disebut sebagai,

خرج مخرج الغالب

“Disebutkan sesuatu karena seringnya terjadi (bukan sebagai syarat)”

(3) Contoh beberapa ayat lain yang mirip dengan susunan ayat di atas, antara lain:

(a) Firman Allah ﷻ,

وَلَا تُكْرِهُوا۟ فَتَيَـٰتِكُمْ عَلَى ٱلْبِغَآءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًۭا

“Jangan memaksa gadis-gadis anda ke dalam pelacuran.” (Qs. an-Nur: 33)

Ayat di atas melarang para tuan untuk memaksa hamba sahaya perempuannya untuk melakukan pelacuran, baik hamba sahaya itu menginginkan kesucian atau tidak. Disebut “padahal mereka menginginkan kesucian” pada ayat ini karena itu yang sering terjadi. Ini bukan berarti kalau mereka tidak menginginkan kesucian, dibolehkan memaksa mereka untuk melakukan pelacuran.

(b) Firman Allah ﷻ,

وَرَبَـٰٓئِبُكُمُ ٱلَّـٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّـٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ

“Anak tirimu di bawah perwalianmu jika kamu telah menyempurnakan pernikahan dengan ibu mereka.” (Qs. an-Nisa’: 23)

Ayat di atas menyebutkan salah satu perempuan yang dilarang untuk dinikahi adalah anak perempuan dari istri (anak tiri) yang dalam pengasuhan suami dari istri yang telah digauli. Penyebutan “dalam pengasuhan suami” dalam ayat tersebut karena itulah yang sering terjadi, ini bukan berarti anak tiri yang tidak dalam pengasuhan suami boleh dinikahi oleh suami tersebut.

 

Pelajaran (3) Sunnah Meng-qashar Shalat

Meng-qashar shalat dalam perjalanan (safar) hukumnya sunnah. Artinya jika seseorang sedang melakukan perjalanan, maka meng-qashar shalat lebih baik daripada menyempurnakan shalat. Di antara dalilnya adalah:

(a) Sabda Rasulullah ﷺ,

صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ

“(Meng-qashar shalat dalam safar itu) adalah sedekah dari Allah kepada kalian, maka terimalah sedekah-Nya.” (HR. Muslim)

(b) Hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَافَرَ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى يَرْجِعَ

“Rasulullah ketika melakukan perjalanan (safar), beliau melakukan shalat dua rakaat (meng-qashar shalatnya) sampai beliau pulang.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

 

Pelajaran (4) Jarak Perjalanan

Para ulama berbeda pendapat tentang jarak safar yang dibolehkan di dalamnya meng-qashar shalat:

(1) Madzhab Hanafi, safar yang boleh meng-qashar shalat di dalamnya adalah safar yang jarak tempuhnya memerlukan waktu tiga hari tiga malam. Mereka berdalil dengan beberapa hadits, di antaranya:

(a) Hadits yang berbunyi,

يَمْسَحُ الْمُقِيمُ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَالْمُسَافِرُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ

“Seorang mukmin boleh mengusap khuf (sepatu) dalam rentang waktu satu hari satu malam, sedangkan musafir boleh mengusaf khuf (sepatu) dalam rentang waktu tiga hari tiga malam.” (HR. Ahmad)

 (b) Hadits yang berbunyi,

لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثًا إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

“Tidak boleh seorang wanita melakukan safar selama tiga hari, kecuali bersama mahram.” (HR. al-Bukhari)

(2) Mayoritas ulama berpendapat bahwa safar yang boleh meng-qashar shalat di dalamnya adalah safar yang berjarak empat bariid atau sekitar 85 km. Ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

يَا أَهْلَ مَكَّةَ لَا تَقْصُرُوا الصَّلَاةَ فِي أَدْنَى مِنْ أَرْبَعَةِ بُرُدٍ مِنْ مَكَّةَ إِلَى عَسْفَانَ

“Wahai penduduk Mekkah, janganlah kalian meng-qashar shalat jika jarak perjalanan kurang dari empat bariid, dari Mekkah ke ‘Isfan.” (HR. ad-Daruquthni)

Keterangan:

  • 4 bariid: 88 kilometer.
  • 1 bariid: 4 tarsaleh.
  • 1 tarsaleh: 5,544 meter.

 

***

KARYA TULIS