Tsaqafah
29310 Hits

Penyakit Hati


فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ

“Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka dustakan“. (Qs. al-Baqarah: 10)

Ada beberapa pelajaran dari ayat di atas, diantaranya:

Pertama: Menurut al-Baidhowi di dalam tafsirnya (1/166), sakit adalah sesuatu yang mengganggu keseimbangan  badan sehingga membuat kerusakan di dalam beraktifitas. Sakit dibagi menjadi dua, sakit hati dan sakit fisik. Adapun sakit hati  meliputi: sakit ragu-ragu, nifak,  ingkar dan dusta. (lihat tafsir al-Qurthubi: 1/138). Penyakit –penyakit hati seperti inilah yang menimpa orang-orang munafik. Selain itu, terdapat penyakit hati dalam bentuk lain, seperti sakit hasad, dengki, iri, dan dendam yang kadang juga menimpa sebagian orang-orang Islam. Oleh karenanya, kita diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari penyakit hati tersebut, sebagaimana firman Allah dalam Qs. al-Falaq: 5, “Dan aku berlindung dari kejahatan  orang yang hasad jika dia hasad“ 

Kedua: Penyakit hati jauh lebih berbahaya dari penyakit fisik, hal itu karena beberapa sebab:

1. Allah mencela orang yang mempunyai penyakit hati dan tidak pernah mencela orang yang mempunyai penyakit fisik.

2. Penyakit hati, seperti iri, dengki dan dendam bisa menyebabkan munculnya penyakit fisik, seperti stress, sesak nafas, pusing, jantung, tekanan darah tinggi dan kanker.

3. Penyakit hati menyebabkan orang celaka dunia dan akhirat, berbeda dengan penyakit fisik yang tidak menyebabkan celaka di akherat.

Ketiga: Allah menyebutkan: “Di dalam hati mereka ada penyakit“ ini menunjukkan bahwa penyakit tersebut sudah masuk ke dalam tubuh secara permanen, sehingga menjadi akut dan susah untuk dihilangkan, karena berada di dalam hati. Berbeda kalau menyebut: “ Mereka sakit “, mungkin masih bisa disembuhkan.

Keempat: “Maka Allah menambah penyakit tersebut“, menunjukkan bahwa kekafiran, kenifak-an dan kemaksiatan itu bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana juga keimanan itu bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Kelima:  Ayat di atas juga menunjukkan bahwa kesesatan seorang hamba berasal dari perbuataannya sendiri. Jadi, Allah tidak mendzoliminya, tetapi hamba itulah yang mendzalimi dirinya sendiri. Orang-orang munafik telah membuat penyakit di dalam hati mereka sendiri dan pada hakekatnya mereka tidak menginginkan kebenaran dan kebaikan. Maka, Allah menambah penyakit tersebut sebagai hukuman atas perbuatan mereka sendiri. Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (1/179): “Hukuman sesuai dengan perbuatan”. Hal yang serupa telah dijelaskan Allah di beberapa ayat-Nya, seperti dalam Qs. al-Baqarah: 10, Qs. al-Maidah: 49,  Qs. al-An’am: 110 dan Qs. ash-Shof: 5.

Kelima: Penyakit hati terdiri dari penyakit syahwat dan syubhat. Penyakit syahwat berhubungan dengan maksiat anggota badan, seperti berzina, membunuh, berbohong dan mencuri. Sedang penyakit syubhat berhubungan dengan hati dan pemikiran, seperti meragukan kebenaran Islam, menolak hadist shahih dan menyakini adanya nabi setelah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. Penyakit syubhat inilah yang  lebih menonjol dalam diri orang munafik, (Ibnu Qayyim, Ighatsatu al-Lahfan: 165-166) dan ini lebih berbahaya dari penyakit syahwat. Karena penderitanya susah untuk disembuhkan. Lihat Qs. an-Nisa : 137 dan Qs. al-Munafiqun: 3.

Keenam: Penyakit syubhat bisa mengeluarkan seseorang dari keimanan sehingga menjadi kafir, seperti orang–orang liberal yang meragukan keaslian al-Qur’an  dan  menolak kebenaran ajaran Islam serta menyatakan bahwa semua agama benar dan mengantarkan penganutnya ke dalam Syurga. Begitu juga kelompok Ahmadiyah yang menyakini adanya nabi seteIah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kelompok Ingkar Sunnah yang menolak keberadaan as-Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.

Ketujuh: Untuk mengobati penyakit syhubhat, seseorang hendaknya belajar dan mencari ilmu syar’I, sebagaimana firman Allah di dalam Qs. Muhammad: 19; “Maka ketahuilah bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah“. Adapun untuk mengobati penyakit syahwat, seseorang hendaknya sering mengingat kematian dan menyakini bahwa dunia ini adalah fana, kesenangan di dalamnya adalah kesenangan sedikit dan menipu. Sedangkan kesenangan abadi hanyalah di akhirat kelak. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (kematian)”. HR. Tirmidzi “. Wallahu A’lam

 

DR. Ahmad Zain An Najah, MA

 

KARYA TULIS